Salah satu kebiasaan yang dilakukan oleh masyrakat Indonesia adalah makan sirih dan pinang (Bersirih). Tradisi bersirih tidak diketahui secara pasti berasal dari mana.
Dari cerita-cerita sastra, tradisi bersirih berasal dari India. Namun, selain dari India, sirih telah dikenal oleh masyarakat Asia Tenggara, termasuk Malaysia, dan kemudian tradisi ini menyebar ke Indonesia. Bukti Arkeologi bersirih tertua ditemukan di Gua Roh, Thailand.
Kebiasaan makan sirih sudah dikenal sejak lama oleh masyarakat Indonesia. Kebiasaan makan sirih pertama kali telah dilakukan lebih dari 3000 tahun yang lampau atau pada zaman Neolitik, hingga saat ini. Ada juga catatan para musafir Tiongkok yang mengungkapkan bahwa sirih dan pinang sudah dikonsumsi sejak dua abad sebelum Masehi.
Sirih biasanya dimamah dicampur dengan pinang dan kapur , tapi bukan sembarang kapur loh. Lalu ada juga yang mencampurnya dengan tembakau.
Makan sirih dan pinang (bersirih) sama halnya dengan kebiasaan minum kopi, teh atau mengisap rokok, yang semakin lama akan menjadi candu bagi pemakainya.
Pecandu rokok dan kopi bisa membeli di warung yang tersedia, tapi bagaimana dengan mereka yang mencandu sirih?
Hemp…
Untuk mengatasi itu, biasanya mereka membawa perlengkapan dalam suatu tempat yang dapat terbuat dari anyaman daun lontar, rotan, kaleng, tas pinggang, dan lain-lain. Semua perlengkapan dimasukkan kedalam wadah tersebut berupa daun sirih, pinang yang sebagian sudah di belah, kapur, serta tembakau.
Hal tersebut telah menjadi kebiasaan yang berkembang di masyarakat Indonesia pada umumnya dan secara khusus di kabupaten Lembata dan di desa tempat tinggal Saya (Desa Lolong). Mulai dari kota sampai ke daerah pedalaman sudah banyak Saya temui para pecandu sirih, dan kebanyakan dari generasi tua.
Masyarakat biasa sampai para pejabat pemerintahan, yang tua dan yang tak ketinggalan ada generasi muda mengemari ini. Kalau pecandu rokok selalu mengantongi bungkus rokok di saku celananya, maka pecandu sirih mengantongi peralatan menginang di saku tasnya.
Pada mulanya setiap orang yang menginang (makan sirih dan pinang) hanya untuk penyedap mulut. Kebiasaan ini kemudian berlanjut menjadi kesenangan dan terasa nikmat sehingga sulit untuk dilepaskan.
Kebiasaan menginang di samping untuk kenikmatan juga berfungsi sebagai obat untuk merawat gigi, terutama agar gigi tidak rusak atau berlubang.
Sejalan dengan perkembangannya , Kebiasaan-kebiasaan memamah sirih pinang yang awalnya hanya sebagai penyedap mulut, lalu mulai bergeser manfaatnya sebagai berikut :
1.Hidangan Penghormatan
Hal ini tergambar dalam kebiasaan-kebiasaan menginang bersama, hidangan penghormatan untuk tamu, hidangan atau sarana pengantar bicara dan lain-lain. Kebiasaan ini terjadi dalam masyarakat dahulu hingga sampai saat ini pada masyarakat kota dan pedalaman tidak meninggalkan budaya ini dalam kehidupan mereka.Yah,,,seperti di daerah tempat tinggal Saya sekarang.
2.Acara-acara Adat
Dalam upacara-upacara adat juga sirih pinang tidak bisa ditinggalkan dalam kehidupan masyarakatnya. Misalnya dalam upacara adat Tunu kwaru nuja (makan jagung muda) di desa Saya , selalu ada sirih pinang yang dimamah lalu dioleskan pada dahi orang-orang yang ikut dalam acara itu, dan dan dalam waktu-waktu lainnya. sirih pinang juga selalu ada pada setiap upacara sesaji yang diberikan bagi arwah-arwah nenek moyang .
3.Acara Pertunangan/Perkawinan
Sebelum perkawinan ada tahap yang harus dilalui, yang melibatkan rumpun keluarga terkait. Dalam acara itu akan dilakukan pembicaaan adat yang didahui dengan suguhan sirih dan pinang kepada para pembicara. Ini merupakan waktu-waktu yang special untuk makan sirih dan pinang secara bersama-sama. Begitu juga pada saat perkawinan tiba, hal tersebut merupakan makanan wajib yang harus ada disiapkan untuk para tamu. Seandainya tidak ada maka ada perasaan yang kurang puas dalam hati dari yang punya acara/kegiatan.
So....bagimana di daerahmu kawan? Apakah tradisi ini masih ada? atau mungkin saja telah tenggelam digilas roda perubahan?
Tulis komentarmu di bawah yahh…
Dari cerita-cerita sastra, tradisi bersirih berasal dari India. Namun, selain dari India, sirih telah dikenal oleh masyarakat Asia Tenggara, termasuk Malaysia, dan kemudian tradisi ini menyebar ke Indonesia. Bukti Arkeologi bersirih tertua ditemukan di Gua Roh, Thailand.
Kebiasaan makan sirih sudah dikenal sejak lama oleh masyarakat Indonesia. Kebiasaan makan sirih pertama kali telah dilakukan lebih dari 3000 tahun yang lampau atau pada zaman Neolitik, hingga saat ini. Ada juga catatan para musafir Tiongkok yang mengungkapkan bahwa sirih dan pinang sudah dikonsumsi sejak dua abad sebelum Masehi.
Sirih biasanya dimamah dicampur dengan pinang dan kapur , tapi bukan sembarang kapur loh. Lalu ada juga yang mencampurnya dengan tembakau.
Makan sirih dan pinang (bersirih) sama halnya dengan kebiasaan minum kopi, teh atau mengisap rokok, yang semakin lama akan menjadi candu bagi pemakainya.
Pecandu rokok dan kopi bisa membeli di warung yang tersedia, tapi bagaimana dengan mereka yang mencandu sirih?
Hemp…
Untuk mengatasi itu, biasanya mereka membawa perlengkapan dalam suatu tempat yang dapat terbuat dari anyaman daun lontar, rotan, kaleng, tas pinggang, dan lain-lain. Semua perlengkapan dimasukkan kedalam wadah tersebut berupa daun sirih, pinang yang sebagian sudah di belah, kapur, serta tembakau.
Hal tersebut telah menjadi kebiasaan yang berkembang di masyarakat Indonesia pada umumnya dan secara khusus di kabupaten Lembata dan di desa tempat tinggal Saya (Desa Lolong). Mulai dari kota sampai ke daerah pedalaman sudah banyak Saya temui para pecandu sirih, dan kebanyakan dari generasi tua.
Masyarakat biasa sampai para pejabat pemerintahan, yang tua dan yang tak ketinggalan ada generasi muda mengemari ini. Kalau pecandu rokok selalu mengantongi bungkus rokok di saku celananya, maka pecandu sirih mengantongi peralatan menginang di saku tasnya.
Pada mulanya setiap orang yang menginang (makan sirih dan pinang) hanya untuk penyedap mulut. Kebiasaan ini kemudian berlanjut menjadi kesenangan dan terasa nikmat sehingga sulit untuk dilepaskan.
Kebiasaan menginang di samping untuk kenikmatan juga berfungsi sebagai obat untuk merawat gigi, terutama agar gigi tidak rusak atau berlubang.
Sejalan dengan perkembangannya , Kebiasaan-kebiasaan memamah sirih pinang yang awalnya hanya sebagai penyedap mulut, lalu mulai bergeser manfaatnya sebagai berikut :
1.Hidangan Penghormatan
Hal ini tergambar dalam kebiasaan-kebiasaan menginang bersama, hidangan penghormatan untuk tamu, hidangan atau sarana pengantar bicara dan lain-lain. Kebiasaan ini terjadi dalam masyarakat dahulu hingga sampai saat ini pada masyarakat kota dan pedalaman tidak meninggalkan budaya ini dalam kehidupan mereka.Yah,,,seperti di daerah tempat tinggal Saya sekarang.
2.Acara-acara Adat
Dalam upacara-upacara adat juga sirih pinang tidak bisa ditinggalkan dalam kehidupan masyarakatnya. Misalnya dalam upacara adat Tunu kwaru nuja (makan jagung muda) di desa Saya , selalu ada sirih pinang yang dimamah lalu dioleskan pada dahi orang-orang yang ikut dalam acara itu, dan dan dalam waktu-waktu lainnya. sirih pinang juga selalu ada pada setiap upacara sesaji yang diberikan bagi arwah-arwah nenek moyang .
3.Acara Pertunangan/Perkawinan
Sebelum perkawinan ada tahap yang harus dilalui, yang melibatkan rumpun keluarga terkait. Dalam acara itu akan dilakukan pembicaaan adat yang didahui dengan suguhan sirih dan pinang kepada para pembicara. Ini merupakan waktu-waktu yang special untuk makan sirih dan pinang secara bersama-sama. Begitu juga pada saat perkawinan tiba, hal tersebut merupakan makanan wajib yang harus ada disiapkan untuk para tamu. Seandainya tidak ada maka ada perasaan yang kurang puas dalam hati dari yang punya acara/kegiatan.
So....bagimana di daerahmu kawan? Apakah tradisi ini masih ada? atau mungkin saja telah tenggelam digilas roda perubahan?
Tulis komentarmu di bawah yahh…