Terletak di ketinggian yang ditaksir lebih dari 300 meter di atas permukaan laut, terlihat jelas bentangan Laut Sawu, juga punuk-punuk bukit yang mengapit kawasan pemukiman masyarakat Desa Lolong.
Angin bertiup perlahan, riuh dan dansa burung berpesta makanan pada ranting beringin penuh buah, menjelma menjadi sapa menyambut kedatangan kami.
Hari itu, saya berada di sebuah situs wisata yang sedang ditata oleh Pemerintah Kabupaten Lembata, namanya Situs Rumah Adat Suku Lewugolok.
Di tempat ini terdapat 3 buah bangunan rumah adat yang semuanya berbentuk rumah panggung dengan fungsi dan ukuran yang berbeda.
1. Rumah Adat Una Kedak.
Sebagai tempat pelaksanaan ritual adat. Bangunan ini berdinding dengan ukuran kira-kira 24 meter persegi . memiliki 4 tiang utama dan dua pintu masuk. Seluruh bagian bangunannya terbuat dari bahan lokal seperti kayu,rumput alang-alang dan bambu.
Di dalam rumah adat tersimpan beberapa benda cagar budaya, seperti Nowi & Kremo (sarung adat), Deko & Labur (Celana dan Baju), Blida (samurai) yang digunakan nenek moyang sebagai alat garis batas tanah dengan suku Lamalele. Terdapat pula tombak, parang, wadah berisi Wurek (kerikil leluhur), dan Kuje Kela (periuk tanah).
Tampak semua benda cagar budaya itu masih asli dan terjaga dengan baik.
2. Rumah adat Koker
Tengkorak yang Disusun Dalam Rumah Adat Koker. Foto : Dion Oldani |
sebagai tempat penyimpanan Ata Kore Maguja (tulang tengkorak leluhur). Rumah koker tanpa dinding dengan ukuran kira-kira 8 meter persegi ini memiliki 4 tiang utama langsung menyangga atap.
Seluruh bagian bangunannya terbuat dari bahan lokal seperti kayu, bambu dan daun kelapa.
Dalam rumah adat koker tersimpan dengan sangat rapih 62 tengkorak manusia yang sudah dipisahkan sesuai jenis kelamin, dengan rincian 37 laki-laki dan 25 perempuan.
Bermula dari sebuah penyakit yang menyerang kampung ini ratusan tahun yang lalu. orang-orang yang terkena wabah itu, meninggal secara terpisah dari keluarganya. Ada yang di gua, di kebun, dan di hutan.
Orang-orang yang selamat dari wabah itu akhirnya mengumpulkan tengkorak-tengkorak mereka dan disimpan di sebuah rumah yang dibuat terpisah.
Zaman berganti zaman, tengkorak-tengkorak manusia ini tetap disimpan dan dihormati . Setiap tahun dibersihkan dengan ritual khusus. Biasanya setelah masa panen.
3. Rumah adat Weta
merupakan tempat penyimpanan hasil panen. Bangunan berdinding dengan ukuran kira-kira 15 meter persegi. Memiliki 4 tiang utama dan 1 pintu masuk. Seluruh bagiannya terbuat dari bahan lokal seperti kayu, bambu dan daun kelapa. Benda cagar budaya yang tersimpan di dalamnya yakni Tikar Tua dan sebuah Lesung.
Tikar tua (Osa) dari anyaman daun lontar dan berukuran kira-kira 15 meter persegi, berfungsi sebagai tempat meletakkan hasil panen pada saat ritual syukuran dan selanjutnya disimpan ke dalam Weta (lumbung).
Benda ini berasal dari suku Berani Ona di desa Wuakerong kecamatan Nagawutung, yang pada waktu itu digunakan sebagai balasan mas kawin (Oi Wera).
Sebuah lesung panjang berukuran kira-kira satu setengah meter dan sebatang alu, yang diyakini sebagai perahu dan pendayung yang digunakan nenek moyang mereka untuk menyeberang dari Lewotobi (Flores Timur) ke Lewugolok.
Akses Menuju Kampung Tengkorak.
Situs wisata ini berada di bagian utara Desa Lolong Lembata. Telah dibuka akses jalan yang dapat dilalui kendaraan roda empat dan roda dua. Namun sayang, kondisi jalan masih sangat jauh dari layak. Bagi sobat pencinta motor cross, jalan ini bisa jadi trek latihan sobat. hehe
Apabila memilih berjalan kaki, maka akan ditempuh selama satu setengah jam.
Karena tempat ini merupakan kawasan budaya yang keramat dan dihormati, maka setiap tamu yang berkunjung ke tempat ini harus seizin pemerintah desa dan suku pemilik kampung tengkorak.
Silakan datang dan lapor diri di Pemerintah Desa Lolong, dan selanjutnya anda akan diarahkan menuju kesana.
Saya menantikan ceritamu Sobat.