Seperti kata Soekarno bahwa generasi selanjutnya tidak boleh melupakan sejarah, maka kilas balik sejarah ini coba ditulis oleh Nofrank Jawang dan dimuat di blog ini atas izinnya.
Tampilan Satelit Kampung Mingar, Desember 2019 |
Orang Mingar berasal dari Pulau Lepan Bata yang terletak di antara pulau Lomblen dan Pulau Pantar di dekat Pulau Alor. Pulau Lepan Bata tenggelam atau ditutupi oleh air laut akibat es mencair di daerah kutub sekitar tahun 1300-an SM.
Nama tempat tinggal yang di diami selama berada di pulau Lepan Bata bernama Mingar, ketika terjadi bencana nenek moyang orang Mingar menyelamatkan diri dengan tetap membawa nama kampungnya.
Akibat dari peristiwa tersebut nenek moyang orang Mingar dari beberapa suku tertentu berhijrah menuju sebuah tempat yang disebut Mingar Lewu Ala yang terletak di kawah Gunung Lama Ingu.
Perjalanan mereka menggunakan perahu layar dan juga melalui jalur darat dengan berjalan kaki. mereka menghuni daerah Mingar Lewu Ala dalam waktu yang cukup lama antara tahun 1300 Sampai tahun 1750 SM.
Terjadi suatu pergolakan di antara mereka yang membuat mereka harus hidup secara terpisah dan dalam bentuk kelompok-kelompok suku yang dibagi dalam tiga wilayah.
Pertama, wilayah Mingar bagian timur didiami oleh kelompok suku Nuba Bala Kae (Nuba Kakang) meliputi Suku Lama Lele sebagi suku asli (Laba Ga‘ Tobi dan Ose Ga‘ Tanah. Artinya orangnya muncul dari dalam tanah), Suku Lewu Golok Bliku Lolon, Suku Lewu Golok Bliku Lenge/Lein dan Suku Ria Geraj.
Kedua, Wilayah Mingar bagian tengah didiami oleh kelompok suku Nuba Laga Doni meliputi Suku Wunga Sura A (Beliku Lolon/Atu Lolon), Suku Ata Kabelen, Suku Ata Ili, Suku Lama Beraf, Suku Lewu Koles, Suku Ata Pune, Suku Wunga Sura B (Beliku Lenge/ Atu Lein), Suku Lama Jawa, Suku La Mudaj, Suku Kete Papa.
Ketiga, Wilayah Mingar Bagian Barat didiami oleh kelompok Suku Nuba Sodi Angin meliputi Suku Lama Baka, Suku Lama Nepa, Suku Lama Dua, Suku Lama Wotan, Suku Lewo Tobi, Suku Tali Warat.
Sekian lamanya mereka tinggal dalam bentuk kelompok suku dan membentuk serta menyelengarakan suatu sistem pemerintahan lokal yang ada secara bersama-sama di bawah kekuasaan tuan tanah. Lalu muncul suatu paradigma baru tentang sistem dan tata aturan pemerintahan lokal yang bersifat kerajaan yang hadir bersamaan dengan datangnya bangsa penjajah (Bangsa Belanda) dan menjajah Bangsa Indonesia termasuk nenek moyang orang Mingar.
Meskipun sedang dilakukan kegiatan revolusi militer bangsa penjajah, gerakan transformasi politik dalam sistem pemerintahan yang dibentuk ikut serta digalakan dan dibangun demi mengamankan kepentingan-kepentingan politik bangsa penjajah melalui kedaulatan pemerintahan kerajaan Kakang (kelompok orang-orang Demong) yang berpusat di Larantuka Dan kerajaanWaji (kelompok orang-orang Paji) yang berpusat di Sagu Adonara.
Kelompok orang-orang Mingar masuk dalam kategori kelompok Paji di bawah kekuasaan pemerintahan kepala kampung yang terus mengalami perubahan pada pemerintahan desa gaya lama ke pemerintahan desa gaya baru (Orde Baru Tahun 1967) selanjutnya beralih kepada sistem pemerintahan reformasi tahun 1999.